SOLO "Spirit Of Java"

Minggu, 28 November 2010

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi


Beberapa faktor yang dapat mempngaruhi motivasi kelompok (teamwork) dalam bekerja dapat dikategorikan sebagai berikut:
·        Tujuan
Visi, misi dan tujuan yang jelas akan membantu team dalam bekerja. Namun hal tersebut belum cukup jika visi., misi dan tujuan yang ditetapkan tidak sejalan dengan kebutuhan dan tujuan para anggota..
·        Tantangan
Manusia dikarunia mekanisme pertahanan diri yang di sebut “fight atau flight syndrome”. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, secara naluri manusia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapi tantangan tersebut (fight) atau menghindar (flight). Dalam banyak kasus tantangan yang ada merupakan suatu rangsangan untuk mencapai kesuksesan. Dengan kata lain tantangan tersebut justru merupakan motivator.
Namun demikian tidak semua pekerjaan selalu menghadirkan tantangan. Sebuah team tidak selamanya akan menghadapi suatu tantangan. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya memberikan suatu  tugas atau pekerjaan yang menantang dalam interval.  Salah satu criteria yang dapat dipakai sebagai acuan apakah suatu tugas memiliki tantangan adalah tingkat kesulitan dari tugas tersebut. Jika terlalu sulit, mungkin dapat dianggap sebagai hal yang mustahil dilaksanakan, maka team bisa saja menyerah sebelum mulai mengerjakannya. Sebaliknya, jika terlalu mudah maka team juga akan malas untuk mengerjakannya karena dianggap tidak akan menimbulkan kebanggaan bagi yang melakukannya.
·        Keakraban
Team yang sukses biasanya ditandai dengan sikap akraban satu sama lain, setia kawan, dan merasa senasib sepenanggungan. Para anggota team saling menyukai dan berusaha keras untuk mengembangankan dan memelihara hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal menjadi sangat penting karena hal ini akan merupakan dasar terciptanya keterbukaan dan komunikasi langsung  serta dukungan antara sesama anggota team.
·        Tanggungjawab
Secara umum, setiap orang akan terstimulasi ketika diberi suatu tanggungjawab. Tanggungjawab mengimplikasikan adanya suatu otoritas untuk membuat perubahan atau mengambil suatu keputusan. Team yang diberi tanggungjawab dan otoritas yang proporsional cenderung  akan memiliki motivasi kerja yag tinggi.
·        Kesempatan untuk maju
Setiap orang akan melakukan banyak cara untuk dapat mengembangkan diri, mempelajari konsep dan ketrampilan baru, serta melangkah menuju kehidupan yang lebih baik. Jika dalam sebuah team setiap anggota merasa bahwa team tersebut dapat memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan hal-hal tersebut di atas maka akan tercipta motivasi dan komitment yang tinggi. Hal ini penting mengingat bahwa perkembangan pribadi memberikan nilai tambah bagi individu dalam meningkatkan harga diri.
·        Kepemimpinan
Tidak dapat dipungkiri bahwa leadership merupakan faktor yang berperan penting dalam mendapatkan komitment dari anggota team. Leader berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi team untuk bekerja dengan tenang dan harmonis. Seorang leader yang baik juga dapat memahami 6 faktor yang dapat menimbulkan motivasi seperti yang disebutkan diatas. (Dari berbagai sumber)

Motivasi dan Tujuan Kelompok


Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok.
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota kelompok untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan kelompok. Perbedaan kemampuan yang ada pada setiap kelompok juga akan memicu kompetisi internal secara sehat. Dengan demikian dapat memicu anggota lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa memotivasi diri untuk maju sehingga tujuan suatu kelompok bisa tercapai.

Sumber :

Jumat, 26 November 2010

Pengertian Motivasi

Kata motif seringkali diartikan sebagai dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Motif merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
            Ada beberapa definisi motivasi menurut para tokoh, yaitu :
  • Pengertian motivasi menurut Wexley & Yukl adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.
  • Sedangkan menurut Mitchell motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.
  • Gray lebih suka menyebut pengertian motivasi sebagai sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
  • Morgan mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku, tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut, dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut.
  • McDonald memilih pengertian motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula.
  • Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes, menerangkan bahwa pengertian motivasi adalah tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang yang mengejar suatu tujuan dan berkaitan dengan kepuasan kerja dan perfoman pekerjaan.
  • T. Hani Handoko mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
  • A. Anwar Prabu Mangkunegara, memberikan pengertian motivasi dengan kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku yang berubungan dengan lingkungan kerja.
  • H. Hadari Nawawi mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar.
  • Lain lagi dengan Henry Simamora, pengertian motivasi menurutnya adalah Sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan menghasilkan tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau hasil yang dikehendaki.
  • Soemanto secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.

Sumber :



Rabu, 17 November 2010

Kohesivitas dan Lingkungan Sosial

Sebagai mahluk sosial, manusia akan selalu mengadakan hubungan dengan orang lain, selain itu pada dasarnya manusia memang selalu ingin dekat dengan orang lain. Bentuk dan makna hubungan yang dijalin seseorang sangatlah beragam, salah satunya adalah pertemanan atau persahabatan yang dijalin oleh para remaja yang di mana pertemanan atau persahabatan adalah hubungan pribadi antara dua orang atau lebih yang terjadi karena adanya kesamaan interes dan afeksi yang mendalam, ditandai dengan saling memperlihatkan satu sama lain membuka diri secara total dan saling membagi dan bahkan juga membicarakan kehidupan pribadi masing-masing. Seorang remaja yang telah mantap dengan keberadaan dirinya akan lebih percaya diri memulai hubungan dengan orang lain. Ketika menjalin relasi dengan orang lain ia tidak akan berorientasi pada dirinya sendiri melainkan akan menaruh keberadaan di luar dirinya. Hal ini tampak pada remaja yang memberikan rasa kepedulian kepada temannya yang dikenal, remaja akan lebih aman bila membagikan permasalahan, ide- ide, pkiranpikiran yang dimiliki untuk dibagikan pada orang lain yang dikatakan teman atau sahabat (Mappiare, 1982).
Teman sebaya adalah sumber afeksi, simpati, dan pengertian, tempat untuk bereksperimen dan juga tempat untuk membentuk hubungan yang mendalam dengan orang lain. Maka tidak heran remaja lebih suka menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya. Remaja yang sedang melewati masa perubahan fisik merasa lebih nyaman bersama-sama teman-teman yang mengalami hal yang sama, penting bagi remaja untuk menemukan identitas.
Rasa satu kesatuan yang terikat dan saling mendukung menggambarkan adanya kualitas ketergantungan di antara mereka atau disebut juga dengan cohesiveness (Chaplin, 2001). Lebih lanjut, Stoner dan Winkel (dalam Annalia, 2005) mengistilahkan kohesivitas kelompok sebagai kepaduan atau solidaritas. Kohesivitas kelompok merupakan petunjuk penting mengenai seberapa besar pengaruh kelompok sebaya secara keseluruhan atau masing-masing anggotanya.
Pengaruh kuat teman sebaya atau sesama remaja merupakan hal penting yang tidak dapat diremehkan dalam masa remaja. Remaja mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kelompok yang memiliki kode-kode tingkah laku yang mereka tetapkan sendiri dan remaja menghargai dan mematuhinya. Setelah menyesuaikan bakat dengan minat dan nilai yang ada maka akan muncul rasa kohesi terhadap lingkungan dimana remaja bergabung (Mappiare, 1982). Kohesi dapat pula merupakan suatu bentuk hubungan persahabatan yang mempunyai ikatan untuk saling membantu dan menolong antar anggota.
Kuatnya pengaruh teman sebaya tidak terlepas dari adanya ikatan yang terjalin kuat dalam kelompok teman sebayanya tersebut (peer group), sedemikian kuatnya sehingga mengarah ke fanatisme. Sehingga tiap-tiap anggota kelompok menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan yang terkait dan saling mendukung. Di mana kelompok teman sebaya (peer group) merupakan kelompok yang terdiri dari teman seusianya dan mereka dapat mengasosiasikan dirinya (Chaplin, 2001). Dan juga menurut Santrock (2003), pada banyak rema ja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Bahkan remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. Untuk mereka, yang tidak kohesi atau mengikuti aturan kelompoknya akan dikucilkan dan berarti stres, frustasi, dan kesedihan.
Adanya kohesivitas dalam suatu kelompok membuat individu-individu yang menjadi anggotanya akan bersedia melakukan kegiatan yang sama di antara mereka. Hal ini memperlihatkan bahwa individu akan berperilaku apa saja sesuai dengan kehendak kelompoknya, dengan kata lain perilaku atau pendirian individu bisa dipengaruhi oleh kelompok di mana dia berada. Individu cenderung berperilaku sama atau searah dengan peer group-nya tersebut. Kecenderungan remaja untuk berperilaku searah peer group-nya tidak terlepas dari keinginan untuk diterima sebagai bagian dari kelompoknya, di mana pada masa remaja terdapat dua pola pergerakan yaitu menghindar dari orang tua dan menuju kelompok teman sebaya (Monks, 1999), sehingga penerimaan dari kelompok teman sebaya merupakan hal yang penting bagi mereka dan tentunya mereka pun menghindari adanya penolakan dari kelompok tersebut.

Prasetyowati, Nina. 2009. HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA. http://etd.eprints.ums.ac.id/5955/1/F100040061.pdf. 17 November 2010.

Pengertian Kohesivitas Kelompok

Banyak ahli yang mendefinisikan arti dari kohesivitas kelompok, diantaranya :
Menurut Suryabrata (2007) ciri-ciri kohesivitas kelompok dapat dilihat dari: setiap anggota kelompok mengenakan identitas yang sama, setiap anggota kelompok memiliki tujuan dan sasaran yang sama, setiap anggota kelompok merasakan keberhasilan dan kegagalan yang sama, setiap anggota kelompok saling berkerja sama dan berkolaborasi, setiap anggota kelompok memiliki peran ke anggotaan, kelompok mengambil keputusan secara efektif.
Menurut McDougall (dalam Sarwono, 2005) kohesivitas dalam kelompok dapat dipengaruhi oleh: kelangsungan keberadaan kelompok (berlanjut dalam waktu yang lama) dalam arti keanggotaan dan peran setiap anggota, adanya tradisi kebiasaan dan adat, ada organisasi dalam kelompok, kesadaran diri kelompok (setiap anggota tahu siapa saja yang termasuk dalam kelompok, bagaimana caranya ia berfungsi dalam kelompok,bagaimana struktur dalam kelompok, dan sebagainya), pengetahuan tentang kelompok, keterikatan (attachment) kepada kelompok.
Collins dan Raven (1964) mendefinisikannya sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal di dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok.

Sumber :

Jumat, 12 November 2010

Gejala Groupthink

  1. Pencarian kesepakatan yang terlalu dini
·        Tingginya tekanan konformitas
·        Sensor diri terhadap ide-ide yang tidak disetujui
·        Adanya minguard
- Gate keeping              : mencegah informasi dari luar agar jangan sampai mempengaruhi kesepakatan kelompok

- Dissent containment    : mengabaikan mereka-mereka yang memiliki ide-ide yang bertentangan dengan kesepakatan
·        Persetujuan yang tampak
  1. Ilusi dan mispersepsi
-         ilusi invulnerability
-         ilusi moral
-         persepsi bias tentang outgroup
-         collective rationalizing
Penyebab :
-         kohesi yang ekstrim
-         isolasi, leadership dan konflik decisional
-         proses polarisasi
Pencegahan :
-         membatasi pencarian keputusan secara dini
-         mengoreksi mispersepsi dan error
-         menggunakan teknik-teknik keputusan yang efektif




Referensi :

Definisi Groupthink

Groupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah istilah untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional tapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Groupthink mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan diluar kelompok. Kelompok yang terkena sindrom groupthink biasanya adalah kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang sama, terasing (tidak menyatu, terisolir) dari pendapat-pendapat luar, dan tidak ada aturan yang jelas tentang proses pengambilan keputusan.
Groupthink terjadi manakala ada semacam konvergenitas pikiran, rasa, visi, dan nilai-nilai di dalam sebuah kelompok menjadi sebuah entitas kepentingan kelompok, dan orang-orang yg berada dalam kelompok itu dilihat tidak sebagai individu, tetapi sebagai representasi dari kelompoknya. Apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan adalah kesepakatan satu kelompok. Tidak sedikit keputusan-keputusan yang dibuat secara groupthink itu yang berlawanan dengan hati nurani anggotanya, maupun orang lain di luarnya. Namun mengingat itu kepentingan kelompok, maka mau tidak mau semua anggota kelompok harus kompak mengikuti arah yang sama agar tercapai suatu kesepakatan bersama.


Sumber :

Kamis, 11 November 2010

Perspektif Teoritis

Teori Perilaku Kolektif
Kolektif            : kumpulan individu yang lebih daripada sekedar agregat, tapi juga bukan kelompok sebenarnya.
Tipe kolektif     :
  • Social Agregat              : collective outburst (riots, mobs, dsb)
  • Collective Movement    : organisasi politik, kampanye nasional, dsb.
  1. Teori Konvergen
Agregat mewakili orang dengan kebutuhan, keinginan dan emosi situasi memicu pelepasan spontan dari perilaku-perilaku yang sebelumnya terkontril.
  1. Teori Contagion (Penularan)
Emosi dan perilaku dapat ditransmisi ‘(ditular)’ dari satu orang ke orang lain sehingga orang cenderung berperilaku sangat mirip dengan orang lain.
  1. Teori Emergent-Norm (Perkembangan Norma)
Teori gabungan konvergen-contagion, crowd, mob, dan kolektif lainnya hanya kelihatan setuju sepenuhnya dalam emosi dan perilaku karena anggotanya patuh pada norma yang relevan dalam situasi tertentu.


Sumber :



Deindividuasi

            Deindividuasi adalah keadaan hilangnya kesadaran akan diri sendiri (self awareness) dan pengertian evaluatif terhadap diri sendiri (evaluation apprehension) dalam situasi kelompok yang memungkinkan anonimitas dan mengalihkan atau menjauhkan perhatian dari individu (FEstinger, Pepitone, & Newcomb, 1952).
            Keadaan ini, menurut Mullen (1986) dapat membawa individu kepada perilaku yang di luar batas-batas norma. Pada kumpulan orang yang beringas yang sedang menyiksa korban (lynching mob), semakin besar jumlah mob, semakin lupa diri dan semakin kejam kelakuannya, sampai mereka mau membakar korban hidup-hidup, memoton-motong korban, dan sebagainya. Pengertian evaluatif terhadap diri sendiri sangat menurun karena semua orang (dalam mob) melakukannya. Orang jadi dapat mengatribusikan perilakunya sendiri kepada situasi di luar dirinya, bukan pada kemauan atau pilihannya sendiri. Rasa tanggung jawabnya menurun dan dengan begitu ia mampu melakukan hamper segala hal yang melawan norma.
            Keadaan deindividuasi ini, menurut Zimbardo (1970) dapat juga terjadi di kota-kota besar yang padat penduduk. Menigkatnya anonimitas di daerah padat penduduk itu menyebabkan timbulnya norma yang membolehkan vandalisme.

Sumber :
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi
Terapan).Jakarta : Balai Pustaka

Jumat, 05 November 2010

KERJASAMA KELOMPOK

Kerjasama, atau kooperasi merujuk pada praktek seseorang atau kelompok yang lebih besar yang bekerja di khayalak dengan tujuan atau kemungkinan metode yang disetujui bersama secara umum, alih-alih bekerja secara terpisah dalam persaingan.
Kerja sama dapat sejumlah ranah bisnis, pertanian, dan perusahaan dapat diwujudkan dalam bentuk koperasi.
Kerja sama umumnya mencakup paradigma yang berlawanan dengan kompetisi. Banyak orang yang mendukung kerja sama sebagai bentuk yang idel untuk pengelolaan urusan perorangan.
Walau begitu, beberapa bentuk kerja sama bersifat ilegal karena mengubah sifat akses orang lain pada sumber daya ekonomi atau lainnya. Sehingga, kerja sama dalam bentuk kartel bersifat ilegal, dan penetapan harga biasanya ilegal.

Indikator Perilaku:
-1.     Tidak mau bekerjasama (uncooperative)
Menolak bekerja sama, menimbulkan masalah.

0.      Netral
Tidak berpartisipasi. Tidak menjadi anggota tim manapun.

1.      Bekerjasama
  • Berpartisipasi, anggota kelompok yang baik – melakukan tugas/bagiannya.
  • Mendukung keputusan kelompok.
  • Sebagai anggota kelompok, mengupayakan agar anggota lain mendapat informasi yang relevan dan bermanfaat, misalnya informasi tentang proses kelompok, tindakan individual, atau hal-hal yang penting.

2.      Mengungkapkan harapan yang positif
  • Menyatakan harapan yang positif tentang orang lain dalam hal kemampuan, peran yang diharapkan, dsb.
  • Membicarakan anggota kelompok secara positif.
  • Menghargai hasil yang dicapai oleh kelompok.

3.      Menghargai masukan
  • Menghargai masukan dan keahlian orang lain.
  • Mau belajar dari orang lain (termasuk dari bawahan dan teman sejawat).
  • Meminta ide dan pendapat kepada semua anggota kelompok untuk membantu membuat keputusan.
  • Mendorong kerjasama kelompok.

4.      Memberikan dorongan
  • Secara terbuka memberi pujian kepada orang yang berkinerja baik.
  • Mendorong dan memberdayakan orang lain.
  • Membuat orang lain merasa kuat dan penting.

5.      Membangun semangat kelompok
  • Bertindak untuk menciptakan suasana kerjasama yang akrab dan moral kerja yang baik dalam kelompok (misalnya menciptakan simbol identitas kelompok).
  • Menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam kelompok.
  • Melindungi/mempromosikan reputasi kelompok.

Sumber :

STRUKTUR KELOMPOK

Struktur kelompok adalah pola interaksi yang stabil antara anggota kelompok, yang berkaitan dengan bentuk pengelompokan, bentuk hubungan, perbedaan kedudukan antaranggota, pembagian tugas dan sebagainya. Kelompok juga berfungi dan terbentuk dari interaksi antar anggotanya. Kelompok juga dapat disebut sebagai jaringan kerja dari hubungan antar manusia dan sebuah kelompok hanya akan efektif jika kerjasama yang dilakukan antar anggota kelompok tersebut efektif. Ketika dua atau lebih individu bergabung untuk mencapai suatu tujuan, disaat itulah struktur kelompok berkembang. Namun norma-norma yang berkembang didalamnya berbeda-beda. Interaksi yang terjadi antara anggota kelompok terbentuk dari peran-peran kelompok atau aturan-aturan dan norma-norma yang ada di dalam kelompok. Bahasan utama dalam perkembangan struktur kelompok adalah norma, peranan dan hubungan antar anggota kelompok itu sendiri.
Setiap kelompok memiliki karateristik pembentuk kelompok, karakteristik tersebut antara lain :
  1. Adanya tujuan yang menentukan teritori kelompok dan yang menyatukan semua anggota.
  2. Ada pembagian peran atau struktur kelompok.
  3. Ada prosedur untuk mengendalikan konflik.
  4. Ada norma.
  5. Adaptasi kelompok pada organisasi.
  6. Ada dasar sosial budaya.
  7. Ada keeratan antar anggota.

Sumber :


Pembentukan Struktur Kelompok (Tahap Performing : Bekerja Bersama Dalam Kelompok)

                Percobaan Norman Triplett (1897) tentang fasilitasi sosial yaitu dimana kehadiran orang lain akan meningkatkan kinerja seseorang.
a.       Coaction Paradigm
Beberapa orang melakukan tugas dan ditempat yang sama, tetapi tidak saling berinteraksi
b.      Audience Paradigm
            Kehadiran orang lain justru menghambat kinerja.

            Penelitian Robert Zajonc :
-         Respon Dominan
Fasilitas social yang ada meningkatkan kinerja seseorang, maka respon dominant itu sesuai
-         Respon nondominan
Fasilitas social yang ada menurunkan kinerja seseorang, maka repon dominant itu tidak sesuai

            Penyebab fasilitasi sosial :
-         adanya dorongan
-         kekhawatiran akan penilaian orang lain
-         distraksi (perhatian yang terpecah)

Performance dalam kelompok yang berinteraksi
Tipologi tugas dari Steiner didasarkan pada kombinasi antara :
·        jenis-jenis tugas yang dapat dibagi
·        jenis-jenis hasil yang diinginkan
·        prosedur-prosedur individu dalam memberi masukan

Memprediksi Performance Kelompok
Klasifikasi tugas penting karena :
·        tipe-tipe tugas berbeda memerlukan sumber daya yang berbeda
·        jika anggota keompok mempunyai sumber daya tersebut maka akan sukses

Tipologi tugas menurut Stainer
·        Divisible : subtugas dapat dibagi-bagi kepada beberapa anggota
·        Unitary >< divisible : satu tugas hanya dikerjakan satu orang saja
·        Maximizing : yang terutama adalah produk atau kuantitas maksimal
·        Optimizing : yang terutama adalah kinerja atau kuantitas optimum.
·        Additive : adanya penambahan input individual untuk menghasilkan produk kelompok.
·        Compensatory : rata-rata penilaian individu untuk menghasilkan produk kelompok.
·        Disjunctive : kelompok harus mempunyai satu jawaban spesifik terhadap tipe masalah.
·        Conjunctive : semua anggota harus melakukan tindakan yang spesifik sebelum tugas selesai dengan sempurna.
·        Discretionary : jika anggota bebas memilih, metode mana yang disukainya dengan mengkombinasikan input individunya.

Meningkatkan Performance kelompok :
·        Proses komunikasi
·        Proses perencanaan
·        Prosedur-prosedur khusus :
§         Brainstorming, terdapat 4 syarat utama :
·        Expressiveness : bebas mengekspresikan apa saja yang ada dalam benak kita.
·        Nonevaluative : tidak ada pendapat yang baik atau buruk, semua pendapat berharga.
·        Quantity : semakin banyak ide, semakin kreatif
·        Building : ide-ide yang disampaikan seperti puzzle (ide-ide tersebut masih kasar, harus disusun dulu)

§         Nominal Group Technique (NGT)
→ pemimpin memberikan permasalahan ke forum lalu ditulis di whiteboard. Setiap orang disuruh maju ke whiteboard untuk menuliskan gagasan lalu dipilih mana yang paling baik

§         Delphi Technique

→ pemimpin membuat kuesioner, anggota disuruh mengisi kuesioner tersebut. Setelah diisi dikembalikan ke pemimpin lalu diberi feedback, dikembalikan lagi ke anggota, demikian terus menerus sampai ditemukan solusi yang baik

§         Synectics (bahasa Yunani = bergabung bersamanya elemen- elemen yang berbeda dan nampaknya tidak relevan) → bentuk spesial dari brainstorming. Kita disuruh berpikir lebih kreatif, berpikir secara divergen, dapat memberikan ide bermacam- macam.


Sumber :
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg

Pembentukan Struktur Kelompok (Tahap Norming)



  1. Peran (Role)
Peran (role) merupakan perilaku yang biasanya ditampilkan orang sebagai anggota kelompok yang menyediakan basis harapan berkaitan dengan perilaku orang dalam posisi yang bervariasi dalam kelompok.
Teori 3 dimensi peran :
-          Dominance-submission
-          Friendly-unfriendly
-          Instrumentally controlled-emotionally eupressive
Konflik peran :
-          Interrole : konflik antara 2 atau lebih peran yang dijalani oleh 1 orang
-          Intarole : konflik antara peran 1 orang dengan peran orang lain

  1. Norma (norm)
Norma merupakan aturan-aturan yang menggambarkan tindakan-tindakan yang seharusnya diambil oleh anggota kelompok.

  1. Hubungan antar anggota
Otoritas, hubungan ketertarikan, hubungan komunikasi.

Sumber : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg